Showing posts with label kisah nabi ibrahim as. Show all posts
Showing posts with label kisah nabi ibrahim as. Show all posts

August 04, 2018

Kisah Nabi Ibrahim As.

Azar (ayah Nabi Ibrahim) hidup di negeri Babil; Irak, ia membuat patung dan menjualnya kepada orang-orang agar mereka menyembahnya. Ia memiliki seorang anak yang masih kecil bernama Ibrahim yang Allah karuniakan kepada sang anak tersebut hikmah dan kecerdasan sejak kecil. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelumnya, dan Kami mengetahui (keadaan)nya.” (QS. Al Anbiyaa’: 51)

Saat usianya semakin dewasa, mulailah ia memikirkan siapakah Tuhan yang berhak disembah, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan petunjuk kepadanya sehingga dia dapat mengenal Allah, Tuhannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjadikannya sebagai Nabi dan Rasul kepada kaumnya untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya; mengeluarkan mereka dari menyembah patung dan berhala menuju penyembahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menurunkan suhuf (lembaran) kepada Nabi Ibrahim yang di dalamnya terdapat adab, nasihat, dan hukum-hukum agar beliau menunjuki kaumnya, mengajarkan kepada mereka dasar-dasar agama, serta menasihati mereka untuk taat kepada Allah, Tuhan mereka, mengikhlaskan ibadah kepada-Nya, dan menjauhi segala perbuatan yang bertentangan dengan akhlak yang mulia.

Saat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pulang ke rumahnya, ia menemui ayahnya dan berkata, “Wahai ayahku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun?–Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.–Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.–Wahai ayahku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, sehingga kamu menjadi kawan bagi setan.” (QS. Maryam: 42-45)

Namun ayahnya menolak ajakan anaknya, yaitu Ibrahim ‘alaihissalam. Sambil marah ia berkata, “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama”. (QS. Maryam: 46)

Tetapi Nabi Ibrahim bersabar menghadapi sikap keras ayahnya, bahkan membalasnya dengan sikap sayang dan berbakti, ia berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.—Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku”. (QS. Maryam: 47-48)

DAKWAH NABI IBRAHIM KEPADA PENDUDUK HIRAN DAN BABIL

Di zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam orang-orang menyembah bintang-bintang dan patung-patung.

Yang menyembah bintang-bintang adalah penduduk Hiran, sedangkan yang menyembah patung adalah penduduk Babil.

NABI IBRAHIM ALAIHISSALAM BERDAKWAH KEPADA PENDUDUK HIRAN

Penduduk Hiran adalah para penyembah bintang-bintang. Beliau mengajak kaumnya berpikir memperhatikan benda-benda langit; apa pantas benda-benda tersebut disembah. Disebutkan kisahnya dalam Alquran sbb:

Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang dia berkata, “Ini(kah) Tuhanku?” Tetapi ketika bintang itu tenggelam dia berkata, “Saya tidak suka kepada yang tenggelam.”

Kemudian ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Ini(kah) Tuhanku?” Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat.”

Kemudian ketika ia melihat matahari terbit, dia berkata, “Ini(kah) Tuhanku?”, ini yang lebih besar.” Maka ketika matahari itu terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. (QS. Al An’aam: 75-80)

Di beberapa ayat tersebut Nabi Ibrahim mengajak kaumnya berpikir jernih tentang kelayakan menyembah hayaakil (benda-benda langit). Setelah menjelaskan kepada kaumnya tentang batilnya menyembah benda-benda langit ini, Nabi Ibrahim berkata,

Wahai kaumku! Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.–Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. Al An’aam: 78-79)

Demikianlah ajaran Nabi Ibrahim, ajarannya adalah ajaran para nabi dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam, yaitu tauhid (beribadah hanya kepada Allah dan meniadakan sesembahan selain-Nya). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Dialah yang kamu sembah.” (QS. Fushshilat: 37)

Penduduk Babil adalah penduduk yang  menyembah patung-patung.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga keluar menuju tempat peribadatan kaumnya untuk mengajak kaumnya menyembah Allah, saat sampai di sana, Beliau mendapatkan kaumnya sedang tekun menyembah patung yang banyak jumlahnya, mereka menyembahnya, merendahkan diri di hadapannya serta meminta dipenuhi kebutuhan mereka kepadanya, maka Nabi Ibrahim tampil dan berkata,

Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?” (QS. Al Anbiya’: 52)

Kaumnya menjawab, “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.” (QS. Al Anbiya’: 53)

Demikianlah kaumnya, mereka tidak memiliki alasan terhadap perbuatan mereka selain mengikuti nenek-moyang mereka yang sesat.

Ibrahim berkata lagi, “Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al Anbiyaa’: 54)

Kaumnya menjawab, “Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?” (QS. Al Anbiyaa’ : 55)

Ibrahim menjawab, “Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya: dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu.” (QS. Al Anbiyaa’: 56)

Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam melihat kaumnya tetap kokoh di atas penyembahan kepada patung, maka Beliau memikirkan bagaimana caranya menghancurkan patung-patung itu agar mereka mau berpikir.

Abu Ishaq mengatakan dari Abul Ahwash dari Abdullah, ia berkata,

“Ketika kaum Nabi Ibrahim keluar menuju tempat mereka berhari raya, kaumnya –ada yang mengatakan “bapaknya”- melewati Nabi Ibrahim sambil berkata, “Wahai Ibrahim, mengapa kamu tidak ikut bersama kami?” Ibrahim menjawab, “Sesungguhnya aku sedang sakit dari kemarin,” Nabi Ibrahim pun melanjutkan kata-katanya, “Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya.” Maka salah seorang di antara kaumnya ada yang mendengar kata-kata itu.

Dengan diam-diam Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pergi menuju ke tempat  patung-patung itu berada, saat melihat di hadapan patung-patung itu banyak makanan, maka Ibrahim mengejek  patung-patung itu dengan berkata, “Mengapa kalian tidak makan dan mengapa kalian tidak bicara-bicara?

Segeralah Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala hingga terpotong-potong menggunakan kapaknya, kecuali berhala yang paling besar.

Menurut sejarah, Nabi Ibrahim menaruh kapaknya (yang digunakan untuk menghancurkan patung-patung) di tangan patung yang paling besar, agar kaumnya mengira bahwa patung inilah yang menghancurkannya dan ia tidak rela ada yang menyembah selainnya.

Ketika kaumnya kembali mendatangi tempat patung yang mereka sembah dan melihat apa yang QSadi,

Mereka berkata, Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan  kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim.”(QS. Al Anbiyaa’ : 59)

Salah seorang di antara mereka berkata, “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.” (QS. Al Anbiyaa’ : 60)

Kaumnya berkata, “Bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan”. (QS. Al Anbiyaa’ : 61)

Nabi Ibrahim pun dihadapkan kepada mereka dan disidang, “Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?” (QS. Al Anbiyaa’: 62)

Ibrahim menjawab, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. (QS. Al Anbiyaa’ : 63)

Maksud perkataan Nabi Ibrahim  adalah agar kaumnya mau berpikir, bahwa patung adalah benda mati yang tidak dapat berbicara sehingga tidak pantas disembah tanpa perlu dijelaskan lagi oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan  berkata, “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya“, (QS. Al Anbiyaa’: 64) Yakni karena meninggalkan patung-patung itu tanpa dijaga.

Kepala mereka pun menjadi tertunduk, setelah itu mereka berkata kepada Ibrahim:

“Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.” (QS. Al Anbiyaa’ : 65)

Maksudnya, “Mengapa kamu suruh kami bertanya kepada patung-patung itu, sedangkan kamu tahu bahwa mereka tidak bisa bicara.”

Ketika itulah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata,

Maka mengapa kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak  memberi bahaya kepada kamu?” (QS. Al Anbiyaa’: 66)

Ah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?” ( QS. Al Anbiyaa’ : 67)

Inilah jihad pertama para nabi, yaitu jihadul ‘ilmi wa iqaamatul hujjah (berdakwah dan menegakkan hujjah) sehingga tidak ada alasan lagi bagi mereka di hadapan Allah nanti.

Ketika kebenaran Nabi Ibrahim telah tampak  dan alasan mereka kalah, mereka beralih kepada cara yang lain, yaitu menggunakan “kekerasan” karena Ibrahim telah menghancurkan patung mereka dan menghina sesembahan mereka. Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” (QS. Al Anbiyaa’: 68)

Maka kaumnya pun mengumpulkan banyak kayu bakar, sampai-sampai ada wanita yang sakit bernadzar, kalau seandainya sakitnya sembuh ia akan ikut mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Ibrahim.

Mereka meletakkan kayu bakar itu dalam sebuah parit dan menyalakan api di dalamnya hingga menyala besar, lalu mereka meletakkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam sebuah wadah manjeniq (alat pelempar) atas usulan seorang dari daerah Akraad-Persia (Syu’aib Al Jabay berkata, “Namanya adalah Haizan”, Allah pun menenggelamkan Haizan ke dalam bumi dan ia tetap  berada di dalamnya hingga hari kiamat), setelah itu dilemparlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam keadaan terikat dari manjenik itu ke dalam api. Saat itu Nabi Ibrahim berkata,

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

Cukup bagiku Allah, dan Dialah sebaik-baik Pelindung.” (sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Bukhari)

Maka Allah Ta’ala pun menyelamatkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan menjadikan api itu dingin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, Wahai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim,(QS. Al Anbiyaa’ :69)

Ibnu Abbas dan Abul ‘Aliyah berkata, “Kalau seandainya Allah tidak berfirman “Dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” tentu dinginnya api tersebut akan menyakiti Ibrahim.

Ketika itu ada binatang yang ikut membantu meniupkan api untuk membakar Nabi Ibrahim, yaitu wazagh (cicak atau tokek) (berdasarkan hadis riwayat Bukhari).

Oleh karena itulah, mengapa Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam menyuruh untuk membunuh cicak, dan menjelaskan bahwa membunuhnya sekali pukul akan mendapatkan seratus kebaikan, jika dua kali pukul, pahalanya berkurang dst. (berdasarkan hadis riwayat Muslim). Wallahu a’lam

Setelah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam selamat dari pembakaran, maka beliau berdakwah kepada Raja negeri tersebut (Babil), yaitu Namrud.

DEBAT ANTARA NABI IBRAHIM ‘ALAIHISSALAM DENGAN NAMRUD, RAJA YANG MENGAKU TUHAN

Dahulu raja dunia bagian Timur dan Barat ada empat; dua orang mukmin dan dua orang lagi kafir. Dua orang raja yang mukmin adalah Raja Dzulqarnain dan Sulaiman, sedangkan dua raja yang kafir adalah Namrud dan Bukhtanashhir.

Di antara dua raja kafir tersebut, yang didebat oleh Ibrahim ‘alaihissalam adalah Namrud seorang raja Babil.

Nabi Ibrahim berdakwah kepada Raja Namrud karena dia mengaku dirinya sebagai Tuhan (ada yang mengatakan bahwa ia berkuasa ketika itu selama 400 tahun).

Berikut ini kisahnya dalam Alquran:

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang  yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya  karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan. Ketika Ibrahim mengatakan, “Tuhanku adalah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata,  “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari Timur, maka terbitkanlah dia dari Barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah: 258)

Pada ayat di atas Namrud meminta Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menunjukkan bukti keberadaan Allah Ta’ala, maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata, “Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan,” yakni bukti keberadaan Allah Ta’ala adalah adanya sesuatu dan hilangnya sesuatu setelah adanya, karena sudah pasti setiap yang ada pasti ada yang mengadakannya, Dialah Allah Ta’ala Tuhan alam semesta.

Namrud pun menjawab, “Aku juga bisa menghidupkan dan mematikan”, maksud menghidupkan adalah dengan membiarkan hidup atau tidak jadi dibunuh orang yang harus dibunuh. Sedangkan maksudnya bisa mematikan adalah dengan membunuh seeorang.

Kata-kata ini sebenarnya dia ucapkan hanya untuk membantah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan untuk membenarkan dakwaannya “mengaku tuhan” padahal jawaban ini sangat lemah sekali.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam  kemudian mengatakan, “Sesungguhnya Allah yang menerbitkan matahari dari Timur maka terbitkanlah dari Barat!” Ketika itu diamlah si thaaghut ini dan tidak bisa menjawab apa-apa.

HIJRAHNYA NABI IBRAHIM ‘ALAIHISSALAM

Untuk selanjutnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memutuskan berhijrah dari negeri tersebut, melihat karena tidak ada yang beriman selain istrinya Sarah dan putera saudaranya, yaitu Luth ‘alaihissalam, maka ia pun berhijrah dari satu tempat ke tempat yang lain hingga sampai di Palestina. Di sanalah beliau tinggal beberapa lama, beribadah kepada Allah dan megajak manusia untuk beribadah kepada Allah.

Setelah berlalu beberapa tahun, maka negeri tersebut ditimpa kemarau panjang, hingga mendesak Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk hijrah ke Mesir. Ketika itu, di Mesir ada seorang raja yang kejam namun suka kepada wanita, ia memiliki beberapa pembantu yang membantunya untuk memperoleh apa yang ia inginkan.

Para pembantunya berdiri di pinggiran negeri untuk memberitahukan kepada raja wanita-wanita cantik yang datang ke Mesir. Saat mereka melihat Sarah, dimana ia adalah wanita yang sangat cantik, maka mereka menyampaikan kepada raja dan memberitahukan kepadanya bahwa bersamanya ada seorang laki-laki, maka raja pun mengeluarkan perintahnya untuk membawa laki-laki itu.

Tidak beberapa lama, beberapa tentara datang dan membawa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kepada raja. Ketika tiba di hadapannya, maka raja bertanya kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tentang wanita yang bersamanya, lalu Nabi Ibrahim menjawab, “Ia adalah saudarinya.” Rajanya berkata, “Bawalah ia ke hadapanku.” Maka Nabi Ibrahim pergi menemui Sarah dan memberitahukan kepadanya apa yang disampaikannya kepada raja dan perkatannya, bahwa Sarah adalah saudarinya.

Lalu Sarah pun pergi ke istana. Ketika raja melihatnya, maka raja terpesona melihat kecantikannya dan langsung berdiri menghampirinya, tetapi Sarah berkata, “Saya ingin shalat dan berwudhu (dahulu).” Maka raja pun mengizinkannya. Lalu Sarah berwudhu dan shalat, setelah itu ia berdoa, “Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa aku beriman kepada-Mu dan kepada Rasul-Mu, dan aku menjaga kehormatanku selain kepada suamiku, maka janganlah engkau berikan kekuasaan kepada orang kafir ini.” Maka Allah mengabulkan permohonannya, menjaganya dan memeliharanya. Sehingga setiap kali, raja ingin memegangnya, maka tangannya tergenggam atau tercekik, hingga raja pun meminta Sarah agar berdoa kepada Allah agar tangannya terbuka dan raja tidak akan menimpakan bahaya apa-apa kepadanya. Kejadian ini berulang sampai tiga kali.

Saat raja mengetahui, bahwa ia ternyata tidak berkuasa kepadanya, maka raja memanggil sebagian pembatunya dan berkata kepada mereka, “Kalian tidak membawaku seorang manusia, bahkan membawa kepadaku seorang setan.” Lalu ia memerintahkan para pembantunya untuk memberikan Hajar kepadanya untuk menjadi pelayannya. (Hal ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ahmad dan Bukhari).

Maka Sarah pun kembali kepada suaminya tanpa diganggu sedikit pun oleh raja, lalu Sarah mendapatkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam keadaan shalat. Saat Sarah sampai, maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalammelihatnya dan bertanya kepadanya tentang hal yang terjadi? Sarah pun menjelaskan, bahwa Allah menolak tipu daya raja itu kepadanya dan memberikan kepadanya seorang budak bernama Hajar untuk melayaninya.

Setelah beberapa lama, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kembali ke Palestina. Di tengah perjalanan, putera saudaranya, yaitu Luth ‘alaihissalam meminta izin kepadanya untuk pergi ke negeri Sadum untuk mengajak penduduknya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan perbuatan keji yang selama ini mereka lakukan, maka Nabi Ibrahim memberinya sebagian binatang ternak dan harta, dan ia melanjutkan perjalanannya bersama keluarganya ke Palestina hingga tiba di sana, dan di sana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tinggal beberapa lama.

NABI IBRAHIM ‘ALAIHISSALAM MEMINTA KEPADA ALLAH AGAR DITUNJUKKAN BAGAIMANA DIA MENGHIDUPKAN ORANG YANG MATI

Suatu hari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meminta kepada Allah, agar Dia memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang telah mati. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala di surat Al Baqarah: 260:

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” Allah berfirman, “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman), “Lalu letakkan di atas setiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.”

Maka Nabi Ibrahim melaksanakan perintah itu, beliau menyembelih empat ekor burung dan meletakkan bagian-bagian badannya di atas beberapa bukit, lalu beliau kembali ke tempat semula sambil berdiri menghadap ke arah bukit dan memanggil burung-burung yang telah disembelih dan dipisah-pisah badannya itu, tiba-tiba burung itu hidup kembali dan datang kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

KELAHIRAN NABI ISMAIL

Sarah adalah istri Nabi Ibrahim yang mandul, ia mengetahui keadaan suaminya yang merindukan keturunan yang baik, maka Sarah memberikan pembantunya Hajar agar dinikahinya dengan harapan Allah mengaruniakan daripadanya keturunan yang saleh. Maka Nabi Ibrahim menikahi Hajar dan lahirlah daripadanya Nabi Ismail, sehingga Nabi Ibrahim sangat berbahagia sekali karena telah lama menunggu kedatangannya.

Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Ibrahim membawa istrinya Hajar dan anaknya (Nabi Ismail) ke Mekah. Setelah sampai di sana, Nabi Ibrahim meninggalkannya sambil berdoa, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37)

Kemudian Nabi Ibrahim kembali ke istrinya, yaitu Sarah.

TAMU NABI IBRAHIM YANG TERDIRI DARI PARA MALAIKAT

Suatu hari, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kedatangan tamu yang terdiri dari para malaikat dalam bentuk manusia, maka Nabi Ibrahim segera berdiri dan menyembelih untuk mereka seekor anak sapi yang gemuk lalu memanggangnya, kemudian menghidangkannya kepada mereka, tetapi mereka tidak mau makan, karena para malaikat tidak makan dan minum.

Ketika itulah, para malaikat memberitahukan bahwa mereka bukan manusia, bahkan sebagai malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada penduduk Sadum, karena mereka tidak mengikuti ajakan Nabi mereka, yaitu Luth ‘alaihissalam.

Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim tentang kelahiran anaknya dari istrinya Sarah, yaitu Ishaq. Padahal Sarah seorang yang mandul dan sudah tua, sedangkan suaminya juga sudah tua, lalu para malaikat memberitahukan bahwa yang demikian adalah ketetapan Allah, para malaikat berkata,

Para malaikat itu berkata, “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, wahai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (Terj. Hud: 73)

KISAH PENYEMBELIHAN NABI ISMAIL

Suatu hari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bermimpi menyembelih anaknya, lalu beliau memberitahukan mimpinya itu kepada anaknya. Hal ini merupakan ujian Allah kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Meskipun ujian ini begitu berat, namun Nabi Ismail siap memikulnya karena taat kepada Allah, dan saat masing-masing bersiap-siap menjalankan perintah Allah, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga sudah membaringkan Nabi Ismail dan telah mengambil pisau untuk menyembelihnya. Tetapi saat hendak menyembelihnya, angin segar pun datang, malaikat Jibril datang membawa kambing yang besar untuk menebus Nabi Ismail. Untuk selanjutnya, peristiwa itu dijadikan sandaran dalam pensyariatan kurban pada hari raya Idul Adh-ha.

KUNJUNGAN NABI IBRAHIM ALAIHISSALAM KE MEKAH

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pergi ke Mekah untuk melihat kondisi Hajar dan anaknya, Ismail. Dalam salah satu kunjungan, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meminta anaknya membantunya dalam meninggikan pondasi baitullah yang diperintahkan Allah Ta’ala untuk dibangunkan, lalu Nabi Ismail setuju.

Keduanya pun mengangkut batu sehingga selesailah pembangunannya. Setelah selesai, keduanya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia menerima amal mereka berdua. Keduanya berkata,

Ya Tuhan Kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.–Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu Kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji Kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 127-128)

Maka Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimas salam, Dia memberikan berkah kepada ka’bah dan menjadikannya kiblat bagi kaum muslim di setiap tempat dan setiap waktu.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memiliki ajaran yang lurus dan syariat yang mulia, dimana kita diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengikutinya, Dia berfirman, “Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik. (QS. Ali Imran: 95)

Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan isra’-mi’raj, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjumpai Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di langit ketujuh dengan menyandarkan punggungnya ke Baitul ma’mur yang seharinya dimasuki oleh 70.000 malaikat untuk beribadah dan berthawaf di situ. Setelah itu mereka keluar dan tidak kembali lagi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai Nabi Ibrahim dan menjadikannya sebagai kekasih-Nya (lihat QS. An Nisaa’: 125).

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah manusia yang pertama kali diberi pakaian pada hari Kiamat (Muttafaq ‘alaih). Saat itu, manusia dalam keadaan telanjang, lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diberi pakaian sebagai penghormatan kepadanya. Setelah itu para nabi setelahnya dan manusia setelahnya.

Dalam Alquran Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Dia berfirman,

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),— (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.–Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.–Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif,” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan. (QS. An Nahl: 120-123)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga melebihkan beliau di dunia dan di akhirat, Dia menjadikan para nabi dari keturunannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al ‘Ankabut: 27)

Beliau termasuk para rasul ulul ‘azmi, bahkan beliau adalah rasul yang paling utama setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, kita diperintahkan bershalawat kepadanya dalam tasyhhud.

Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Oleh: Marwan bin Musa

Maraaji’:

  • Alquranul Karim
  • Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net)
  • Shahih Qashashil Anbi

Artikel www.KisahMuslim.com

Kisah Nabi Ibrahim As.

Keteguhan Ibrahim ‘alaihissallam Dalam Mendakwahkan Tauhid Kepada Ayahnya

Unsur terpenting dalam proses penyucian jiwa ialah dengan menegakkan tauhidullah, menjadikannya sebagai pilar utama sehingga mempengaruhi unsur-unsur lain dalam jiwa. Apabila tauhid seseorang baik, maka baik pula unsur lainnya. Demikian sebaliknya, apabila tauhid seseorang buruk, hal itupun akan sangat berpengaruh dalam setiap gerak langkah kehidupannya. Dan kita berharap semoga Allah Subhanahu wa Ta’alaselalu memberikan taufik dan petunjuk-Nya.

Dalam mempelajari perjalanan hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissallam, kita akan mendapatkan diri beliau sebagai insan yang sangat teguh dan gigih dalam menegakkan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala yang agung, yakni tauhid. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa moment, di antaranya:

1. Dakwah Tuhid Kepada Ayah Beliau ‘Alaihissallan Dengan Sabar Dan Penuh Santun.

Al-Hafihz Ibnu Katsiir rahimahullah berkata, “Penduduk negeri Harran adalah kaum musyrikin penyembah bintang dan berhala. Seluruh penduduk bumi adalah orang-orang kafir kecuali Ibrahim ‘alaihissallam, isterinya, dan kemenakannya, yaitu Nabi Luth ‘alaihissallam. Ibrahim ‘alaihissallam terpilih menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menghapus kesyirikan tersebut dan menghilangkan kebatilan-kabatilan yang sesat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan kepadanya kegigihan sejak masa kecilnya. Beliau diangkat menjadi Rasul, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya sebagai kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala pada masa berikutnya.

Awal dakwah tauhid yang beliau ‘alaihissallam tegakkan, ialah diarahkan kepada ayahnya, karena ia seorang penyembah berhala dan yang paling berhak untuk diberi nasihat (Al-Bidayah wan-Nihayah, juz 1, hal: 326).

Syaikh as-Sa`di rahimahullah berkata,”Ibrahim ‘alaihissallam adalah sebaik-baik para nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, … yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan kenabian pada anak keturunnya. Dan kepada mereka diturunkan kitab-kitab suci. Dia telah mengajak manusia menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala, bersabar terhadap siksa yang ia dapatkan (dalam perjalanan dakwahnya), ia mengajak orang-orang yang dekat (dengannya) dan orang-orang yang jauh, ia bersungguh-sungguh dalam berdakwah terhadap ayahnya bagaimanapun caranya…” (Tafsir as-Sa`di, hal: 443.)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

“Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya; “Wahai Ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong engkau sedikitpun?”. (QS. Maryam:42).

Lihatlah, bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissallam mendakwahkan tauhid kepada ayahnya dengan ungkapan sangat lembut dan ucapan yang baik untuk menjelaskan kebatilan dalam perbuatan syirik yang dilakukannya?! (Tafsir as-Sa`di, hal: 444). Penolakan ayahnya terhadap dakwah itu tidak menyurutkan semangat serta sikap sayang terhadap ayahnya dengan tetap akan memintakan ampunan, sekalipun permohonan ampun itu tidak dibenarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan dalam firman-Nya,

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ

“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk ayahnya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkan kepada ayahnya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya adalah musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 114).

Dalam usaha yang lain, Ibrahim berdialog dengan ayahnya:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً ۖ إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar. ‘Layakkah engkau menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kekeliruan yang nyata’.” (QS. Al-An’am: 74).

Syaikh as-Sa’di berkata,”Dan ingatlah (terhadap) kisah Ibrahim ‘alaihissallam manakala Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji dan memuliakannya saat ia berdakwah mengajak kepada tauhid dan melarang dari berbuat syirik.” (Tafsir as-Sa`di, hal: 224).

Demikian, perjuangan dakwah tauhid yang disampaikan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam kepada kaumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai bagian dari ayat-ayat Alquran yang akan selalu dibaca dan dipelajari secara seksama.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ ۖ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: ‘Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya, yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui’.” (QS. Al-Ankabut: 16).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam menafsirkan ayat ini: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkabarkan tentang hamba-Nya, Rasul dan kekasih-Nya, yaitu Ibrahim ‘alaihissallam sang imam para hunafa`, bahwa ia ‘alaihissallam berdakwah mengajak kaumnya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya, mengikhlaskan-Nya dalam ketakwaan, memohon rezeki hanya kepada-Nya, dan mengesakan-Nya dalam bersyukur.” (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 3, hal: 536).

Keteguhan dakwah tauhid yang diperjuangkan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam juga termaktub dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat al-Anbiya` ayat 51-56. Dan dalam beberapa ayat disebutkan, bahwa dakwah tauhid kepada ayah dan kaumnya dilakukan secara bersamaan, seperti tersebut dalam surat asy-Syu`ara ayat 69, dan ash-Shaffat ayat 84.

2. Nabi Ibrahim ‘alaihissallam Tegar Dan Tabah Menghadapi Ujian Dan Siksaan.

Sikap ini tercermin dalam kisah beliau ‘alaihissallam saat berdakwah mengajak manusia untuk bertauhid dan mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun kebanyakan menolaknya dengan penuh kenistaan. Ketabahan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam ini menjadi teladan bagi setiap dai dalam mengajak manusia menuju jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kisah ketabahan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam diabadikan dalam Alquran melalui firman-firman-Nya. Meskipun kaumnya dengan kuatnya untuk membakar dirinya, namun Nabi Ibrahim ‘alaihissallam tetap tabah dan menyerahkan segala perkara kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

قَالَ أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ. وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ. قَالُوا ابْنُوا لَهُ بُنْيَانًا فَأَلْقُوهُ فِي الْجَحِيمِ. فَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَسْفَلِينَ

Ibrahim berkata: “Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. Mereka berkata: “Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim;lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu”. Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina. (QS. Ash-Shaffat: 95-98).

As-Suddi rahimahullah berkata: “Mereka menahannya dalam sebuah rumah. Mereka mengumpulkan kayu bakar, bahkan hingga seorang wanita yang sedang sakit bernadzar dengan mengatakan ‘sungguh jika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan bagiku kesembuhan, maka aku akan mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Ibrahim’. Setelah kayu bakar terkumpul menjulang tinggi, mereka mulai membakar setiap ujung tepian dari tumpukkan itu, sehingga apabila ada seekor burung yang terbang di atasnya niscaya ia akan hangus terbakar. Mereka mendatangi Nabi Ibrahim ‘alaihissallam kemudian mengusungnya sampai di puncak tumpukan tinggi kayu bakar tersebut”. Riwayat lain menyebutkan, ia diletakkan dalam ujung manjaniq.

Nabi Ibrahim ‘alaihissallam mengangkat kepalanya menghadap langit, maka langit, bumi, gunung-gunung dan para malaikat berkata: “Wahai, Rabb! Sesungguhnya Ibrahim akan dibakar karena (memperjuangkan hak-Mu)”

Nabi Ibrahim berkata, “Ya, Allah, Engkau Maha Esa di atas langit, dan aku sendiri di bumi ini. Tiada seorang pun yang menyembah-Mu di atas muka bumi ini selainku. Cukuplah bagiku Engkau sebaik-baik Penolong.” (Fathul-Bari, Juz 6, hal: 483).

Mereka lantas melemparkan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam ke dalam tumpukan kayu bakar yang tinggi, kemudian diserukanlah (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala): “Wahai api, jadilah dingin dan selamat bagi Ibrahim.” (Tafsir ath-Thabari, Juz 9, hal: 43).

Ibnu Abbas dan Abu al-Aliyah, keduanya berkata: “Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengatakan ‘dan selamat bagi Ibrahim,’ niscaya api itu akan membinasakan Ibrahim ‘alaihissallam dengan dinginnya.” (Tafsir ath-Thabari, Juz 9, hal: 43).

3. Yakin Terhadap Kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla

Pada saat Nabi Ibrahim diletakkan di ujung manjaniq, ia dalam keadaan terbelenggu dengan tangan di belakang. Kemudian kaumnya melemparkan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam ke dalam api, dan ia pun berkata: “Cukuplah Allah ‘Azza wa Jalla bagi kami, dan Dia sebaik-baik Penolong”.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

(cukuplah Allah ‘Azza wa Jalla bagi kami dan Dia sebaik-baik penolong)” telah diucapkan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam tatkala ia dilemparkan ke dalam api (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 8, hal: 288, no. 4563).

Demikianlah, Nabi Ibrahim ‘alaihissallam sangat yakin dengan kebesaran, pertolongan dan perlindungan Allah ‘Azza wa Jalla , karena beliau sedang memperjuangkan hak Allah ‘Azza wa Jalla yang terbesar, yakni tauhid dalam beribadah kepada-Nya Subhanahu wa Ta’ala.

Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala Berada Di Atas Segalanya

1. Kisah dalam hijrah bersama Hajar dan Ismail (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 6, hal: 478, no. 3364).

Ketika Ismail baru saja dilahirkan dan dalam penyusuan ibunya (Hajar), Nabi Ibrahim ‘alaihissallam membawa keduanya menuju Baitullah pada dauhah (sebuah pohon rindang) di atas zam-zam. Saat itu, tidak ada seorangpun di Makkah, dan juga tidak ada sumber air.

Nabi Ibrahim ‘alaihissallam meninggalkan jirab, yaitu kantung yang biasa dipakai untuk menyimpan makanan. Kantung itu berisi kurma untuk keduanya. Juga meninggalkan siqa` (wadah air) yang berisi air minum. Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissallam berpaling dan pergi. Hajar mengikutinya sembari berkata: “Wahai, Ibrahim! Kemana engkau akan pergi meninggalkan kami di lembah yang sunyi dan tak berpenghuni ini?” Hajar mengulangi pertanyaan itu berkali-kali, namun Ibrahim tidak menoleh, tak pula menghiraukannya. Kemudian Hajar pun bertanya: “Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memerintahkan engkau dengan ini?”

Ibrahim menjawab,“Ya.”

Mendengar jawaban itu, maka Hajar berkata: “Jika demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan meninggalkan kami”. Lantas Hajar kembali menuju tempatnya semula. Adapun Ibrahim, ia terus berjalan meninggalkan mereka, sehingga sampai di sebuah tempat yang ia tak dapat lagi melihat isteri dan anaknya. Ibrahim pun menghadapkan wajah ke arah Baitullah seraya menengadahkan tangan dan berdoa: Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. [QS. Ibrahim ayat 37).

2. Kisah Penyembelihan Ismail.

Nabi Ibrahim ‘alaihissallam berdoa: “Wahai Rabb-ku, karuniakanlah untukku anak yang shalih,” maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kabar gembira kepadanya dengan kehadiran seorang anak yang mulia lagi penyabar. Dan tatkala anak itu saat mulai beranjak dewasa berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata kepadanya: “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?”

Isma’il menjawab: “Wahai Ayahandaku, lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu; insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar”.

Saat keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Setelah itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memanggilnya: “Wahai Ibrahim, sungguh kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami menebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. (Yaitu) ‘Kesejahteraan yang dilimpahkan kepada Ibrahim’. Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mukminin. Kisah ini dijelaskan di dalam Alquran dalam surat ash-Shaffat ayat 99-111.

Dalam Tafsir al-Qurthubi, Juz 18, hal: 69 dan Tafsir al-Baghawi, Juz 4, hal: 33, Ibnu Abbas berkata:

Ibrahim dan Isma’il … keduanya taat, tunduk patuh terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ingatlah, renungkanlah kisah itu … ketika keduanya akan melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan tulus dan tabah sang anak berkata:

يَا أَبَتِ اشْدُدْ رِبَاطِيْ حَتَّى لاَ أَضْطَرِبَ….

“Wahai Ayahku, kencangkanlah ikatanku agar aku tak lagi bergerak.”

وَاكْفُفْ عَنِّي ثِيَابَكَ حَتَّى لاَ يَنْتَضِحَ عَلَيْهَا مِنْ دَمِّيْ شَيْءٌ فَيَنْقُصَ أَجْرِيْ وَتَرَاهُ أُمِّيْ فَتَحْزَنُ….

“Wahai Ayahku, singsingkanlah baju engkau agar darahku tidak mengotori bajumu, maka akan berkurang pahalaku, dan (jika nanti) ibu melihat bercak darah itu niscaya beliau akan bersedih.”

وَيَا أَبَتِ اسْتَحِدَّ شَفْرَتَكَ وَأَسْرِعْ مَرَّ السِّكِّيْنِ عَلَى حَلْقِيْ لِيَكُوْنَ أَهْوَنُ عَلَيَّ فَإِنَّ الْمَوْتَ شَدِيْدٌ….

“Dan tajamkanlah pisau Ayah serta percepatlah gerakan pisau itu di leherku agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu amat dahsyat.”

وَإِذَا أَتَيْتَ أُمِّيْ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنِّيْ…. وَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تَرُدَّ قَمِيْصِيْ عَلَى أُمِّيْ فَافْعَلْ….

“Wahai Ayah, apabila engkau telah kembali maka sampaikan salam (kasih)ku kepada ibunda, dan apabila bajuku ini Ayah pandang baik untuk dibawa pulang maka lakukanlah.”

فَقَالَ لَهُ إِبْرَاهِيْمُ : نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللهِ تَعَالَى….

(Saat itu, dengan penuh haru) Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sungguh engkau adalah anak yang sangat membantu dalam menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala “.

Dalam Shahih Qashashil-Anbiya Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah ujian Allah Subhanahu wa Ta’ala atas kekasih-Nya (yakni Ibrahim ‘alaihissallam) untuk menyembelih putranya yang mulia dan baru terlahir setelah beliau berumur senja. (Ujian ini terjadi) setelah Allah memerintahkannya untuk meninggalkan Hajar saat Ismail masih menyusui di tempat yang gersang, sunyi tanpa tumbuhan (yang dimakan buahnya), tanpa air dan tanpa penghuni. Ia taati perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu, meninggalkan isteri dan putranya yang masih kecil dengan keyakinan yang tinggi dan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada mereka kemudahan, jalan keluar, serta limpahan rezeki dari arah yang tiada disangka. Setelah semua ujian itu terlampaui, Allah menguji lagi dengan perintah-Nya untuk menyembelih putranya sendiri, yaitu Ismail ‘alaihissallam. Dan tanpa ragu, Ibrahim menyambut perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu dan segera mentaatinya. Beliau ‘alaihissallammenyampaikan terlebih dahulu ujian Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut kepada putranya, agar hati Ismail menjadi lapang serta dapat menerimanya, sehingga ujian itu tidak harus dijalankan dengan cara paksa dan menyakitkan. Subhanallah…

3. Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Ibrahim untuk Berkhitan.

Pada saat Ibrahim ‘alaihissallam telah mencapai umur senja (delapan puluh tahun), ia diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan beberapa perintah, di antaranya agar beliau berkhitan. Sebagaimana hadits Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً

“Ibrahim ‘alaihissallam berkhitan di usia beliau delapan puluh tahun.” (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari (Juz 6, hal: 468, no. 3356)).

Beliau ‘alaihissallam berkhitan dengan pisau besar (semisal kampak). Meskipun terasa sangat berat bagi diri beliau ‘alaihissallam, namun hal itu tidak pernah membuatnya merasa ragu terhadap segala kebaikan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan dalam sebuah riwayat, Ali bin Rabah radhiyallahu ‘anhu menyebutkan bahwa : “Beliau (Ibrahim ‘alaihissallam) diperintah untuk berkhitan, kemudian beliau melakukannya dengan qadum. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan ‘Engkau terburu-buru sebelum Kami tentukan alatnya’. Beliau mengatakan: ‘Wahai Rabb, sungguh aku tidak suka jika harus menunda perintah-Mu’.” (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 6, hal: 472)

4. Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala Untuk Membangun Ka`bah.

وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,” (QS. Al-Hajj: 26-27).

Dalam Shahih Bukhari disebutkan, bahwasanya Ibrahim ‘alaihissallam berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan aku sesuatu”.

Ismail ‘alaihissallam menjawab: “Lakukanlah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada engkau”.

Ibrahim ‘alaihissallam bertanya: “Apakah engkau (akan) membantuku?”

Ismail ‘alaihissallam menjawab: “Ya, aku akan membantu engkau”.

Ibrahim ‘alaihissallam berkata lagi: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan aku untuk membangun disini sebuah rumah”. (Nabi Ibrahim ‘alaihissallam mengisyaratkan tanah yang sedikit tinggi dibandingkan dengan yang ada di sekelilingnya). Saat itulah keduanya membangun pondasi-pondasi. Dan Ismail ‘alaihissallam membawa kepada ayahnya batu-batu dan Ibrahim ‘alaihissallammenyusunnya. Sehingga, ketika telah mulai tinggi, ia mengambil batu dan diletakkan agar Ibrahim ‘alaihissallamdapat naik di atasnya. Demikian, dilakukan oleh keduanya, dan mereka berkata:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 127).

Dari pemaparan kisah-kisah di atas, banyak pelajaran penting dan berharga yang dapat dipetik, di antaranya:

Nabi Ibrahim ‘alaihissallam adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Subhanahu wa Ta’ala yang amat taat kepada-Nya Subhanahu wa Ta’ala, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai hamba yang sangat disayangi.Pilar utama upaya tazkiyyatun-nufus adalah dalam hal tauhid. Dan berdakwah menyeru kepada tauhid merupakan amanat yang dipikul para nabi, dan sekaligus menjadi panutan bagi setiap dai.Kesabaran dalam mendakwahkan tauhid dan ketabahan dalam menghadapi ujian di jalan itu, harus dilakukan sesuai dengan cara yang dicontohkan oleh para rasul ‘alaihissallam.Yakin terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mengarungi kehidupan.Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan hal terpenting di atas segalanya. Ketulusan hati dalam melaksanakan segala perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah kebahagiaan. Maka selayaknya kita berupaya secara maksimal untuk melaksanakannya diiringi doa memohon taufik serta kemudahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.Segala contoh kebaikan telah ada pada diri para Rasul ‘alaihissallam yang harus selalu menjadi suri tauladan bagi kita dalam setiap hal. Wallahul Musta`an..

[Disalin dari tulisan Ustadz Rizal Yuliar di majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XII/1429/2008M]